Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Sinergi Menuju Realisasi Potensi Wakaf Uang di Indonesia” pada 11 Februari 2021. Acara dilaksanakan melalui Zoom.
Narasumber:
Host :
Lisa Listiana, S.E, M.Ak, PhD (Cand.), Pendiri dan Peneliti WaCIDS (www.wacids.or.id)
Sebagai responden ahli, hadir berbagai lembaga baik yang mewakili pihak pemerintah, akademik, maupun civil society. Diantaranya :
Kami sangat mengapresiasi partisipasi dari para narasumber dan responden ahli, para pakar, akademisi, praktisi serta institusi yang bergerak disektor perwakafan dalam FGD yang diselenggarakan oleh WaCIDS. FGD ini dilaksanakan sebagai bentuk inisiasi lanjutan atas peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU).
Atas kehadiran dan dukungan semua pihak, kami ucapkan terima kasih. Semoga bermanfaat.
Link Rekaman FGD :
Link Dokumentasi foto :
Link Laporan, Usulan, dan Materi FGD :
Tags: WaCIDSwakafwakaf indonesia
wacids.or.id, Oleh: Lisa Listiana (Pendiri Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS), Mahasiswi S3 Keuangan Islam International Islamic University Malaysia (IIUM))
Tema wakaf semakin naik daun dibahas di berbagai media nasional pasca-peluncuran resmi Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) 25 Januari 2021. Pemberitaan secara nasional terkait gerakan wakaf semoga dapat menjadi sarana edukasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang wakaf. Dengan tingginya sifat kedermawanan masyarakat Indonesia, penulis meyakini bahwa jauhnya perbedaan antara potensi dan realisasi wakaf uang di Indonesia, salah satunya dikarenakan urgensi dan manfaat wakaf yang begitu besar belum dipahami dengan baik. Berdasarkan laporan hasil survei Indeks Literasi Wakaf 2020, tingkat literasi wakaf masyarakat masih tergolong rendah.
Dalam kunjungannya kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan dukungan penuh Kementerian BUMN dan BUMN atas GNWU. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan adalah melalui komitmen wakaf uang sebesar Rp 80 miliar yang akan ditambah jumlahnya di masa mendatang. Dukungan pemerintah untuk mengembangkan sektor perwakafan tentu perlu diapresiasi dengan baik. Termasuk dalam bentuk dukungan tersebut adalah inisiasi Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) sebagai salah satu inovasi instrumen untuk memobilisasi wakaf uang.
Teknisnya, wakaf uang yang terkumpul melalui CWLS akan ditempatkan di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Berdasarkan perubahan atas memorandum informasi CWLS seri SWR001 yang diterbitkan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, seluruh dana yang diperoleh dari instrumen ini akan digunakan oleh pemerintah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk untuk proyek dalam APBN.
Dokumen tersebut, sebagaimana proposal CWLS seri SW001, tidak memberikan informasi jenis dan spesifikasi proyek yang dimaksud. Namun yang jelas dengan mekanisme ini, pemerintah perlu mengalokasikan dana untuk memberikan imbal hasil. Imbal hasil ini bersifat sementara selama tenor sukuk berlangsung. Imbal hasil ini akan disalurkan kepada penerima manfaat (mauquf alayh) melalui mitra nazhir terdaftar.
Menurut hemat penulis, wakaf uang yang terkumpul akan lebih bermanfaat dan berdampak secara ekonomi jika diinvestasikan secara langsung untuk mendanai proyek strategis berbasis sektor riil. Dengan mekanisme ini, investasi yang dilakukan dapat lebih produktif dan berkelanjutan, sebagaimana esensi utama dari wakaf. Pada prinsipnya, aset harus dijaga dan diproduktifkan.
Oleh karena itu, perlu adanya proyek-proyek strategis yang didanai dengan wakaf uang yang terkumpul. Di antara proyek strategis yang dapat dipertimbangkan adalah proyek energi baru dan terbarukan. Pendanaan proyek strategis berbasis wakaf diharapkan dapat memberikan manfaat berkelanjutan untuk umat. Selain itu, pemerintah tidak lagi terbebani untuk memberikan imbal hasil sebagaimana dalam mekanisme CWLS.
Umumnya, isu utama bagi pemilik gagasan untuk berkarya adalah terkait dengan modal. Dalam sistem ekonomi kapitalis, pemilik modal adalah pihak yang paling diuntungkan karena modal yang dimiliki dapat diinvestasikan ke berbagai proyek strategis. Kondisi ini terus berulang sehingga terjadilah yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Di sinilah urgensi menginvestasikan wakaf uang di proyek strategis. Wakaf uang dapat menjadi instrumen untuk mengakumulasi aset umat yang dapat digunakan sebagai “modal patungan” untuk mendanai berbagai proyek strategis.
Aset wakaf yang diinvestasikan di proyek strategis akan menghasilkan keuntungan karena produk atau jasa yang dihasilkan dibutuhkan secara masif oleh semua orang. Hal ini senada dengan pesan Ibnu Khaldun bahwa bisnis di sektor dengan kebutuhan tinggi (high demand) lebih bernilai dan menguntungkan. Termasuk dalam sektor dengan kebutuhan tinggi adalah sektor energi baru dan terbarukan, yang dibutuhkan oleh setiap orang.
Dengan akad wakaf umum (khairi), aset yang dikelola oleh nazhir akan tetap menjadi milik ummat. Keuntungan yang diperoleh dapat disalurkan kepada penerima manfaat, termasuk masyarakat yang membutuhkan. Dengan mekanisme ini, wakaf dapat menjadi langkah nyata gerakan dari rakyat dan untuk rakyat yang mendorong pemerataan distribusi pendapatan. Dalam jangka panjang, diharapkan wakaf uang dapat turut meminimalisir kemiskinan.
Dengan menginvestasikan aset wakaf ke proyek strategis, wakaf dapat berkontribusi untuk membuka lapangan kerja baru. Selain itu, aset wakaf yang terkumpul dapat menjadi angin segar sumber pendanaan bagi pemilik gagasan untuk berkarya. Bukankah orang yang memiliki ide bisnis akan mencari calon investor untuk mendanai proyek yang digagas. Dalam kondisi semacam ini, pemilik gagasan dapat bekerja sama dengan ummat sebagai pemilik aset wakaf melalui nazhir menggunakan akad-akad yang sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam jangka panjang, aset wakaf diharapkan dapat menjadi sumber pendanaan tanpa riba.
Berbagai manfaat atas investasi aset wakaf ke proyek strategis akan lebih optimal dengan beberapa catatan. Pertama, proyek tersebut harus dikelola secara profesional oleh orang yang ahli di bidangnya. Kedua, perlu ada mekanisme pengawasan yang memadai. Perkembangan proyek dan pendistribusian manfaat wakaf perlu dilaporkan secara transparan dan terbuka kepada masyarakat. Ketiga, perlu dikembangkan mekanisme untuk melindungi pokok aset wakaf yang diinvestasikan.
Semoga wakaf uang yang terkumpul dapat diinvestasikan dengan optimal ke berbagai sektor strategis. Dengan demikian, wakaf dapat berkontribusi dalam pembangunan ekonomi guna sebesar-besarnya kepentingan rakyat Indonesia. Wallahua’lam
Artikel ini sudah ditayangkan di Republika.co.id
Categories: Opini
Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Sinergi Menuju Realisasi Potensi Wakaf Uang di Indonesia” pada 11 Februari 2021. Acara dilaksanakan melalui Zoom.
Narasumber:
Host :
Lisa Listiana, S.E, M.Ak, PhD (Cand.), Pendiri dan Peneliti WaCIDS (www.wacids.or.id)
Sebagai responden ahli, hadir berbagai lembaga baik yang mewakili pihak pemerintah, akademik, maupun civil society. Diantaranya :
Kami sangat mengapresiasi partisipasi dari para narasumber dan responden ahli, para pakar, akademisi, praktisi serta institusi yang bergerak disektor perwakafan dalam FGD yang diselenggarakan oleh WaCIDS. FGD ini dilaksanakan sebagai bentuk inisiasi lanjutan atas peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU).
Atas kehadiran dan dukungan semua pihak, kami ucapkan terima kasih. Semoga bermanfaat.
Link Rekaman FGD :
Link Dokumentasi foto :
Link Laporan, Usulan, dan Materi FGD :
wacids.or.id – Oleh : Lisa Listiana – PhD Candidate on Islamic Banking and Finance, International Islamic University of Malaysia. Pendiri dan peneliti Waqf Center for Indonesian Development and Studies
Wakaf uang dari ASN perlu dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel
Tanggal 28 Desember 2020 menandai sejarah baru dalam dunia perwakafan tanah air. Pasalnya, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) secara resmi meluncurkan Gerakan Wakaf Uang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kemenag RI. Wakaf uang adalah wakaf dalam bentuk uang yang telah dilegitimasi oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan fatwa wakaf uang yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2002.
Rangkaian peluncuran Gerakan Wakaf Uang ASN Kemenag RI turut dihadiri oleh Menteri dan Wakil Menteri Agama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI). Sejak dibuka tanggal 17 Desember 2020 saat soft launching hingga peluncuran resmi, wakaf uang ASN Kemenag RI telah terkumpul sekitar Rp 3,4 miliar. Dalam gerakan ini, Bank Syariah Mandiri (BSM) bertindak sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS PWU). Wakaf uang yang terkumpul selanjutnya akan dikelola oleh BWI sebagai salah satu pengelola (nazhir) wakaf uang di Indonesia.
Gerakan Wakaf Uang ASN Kemenag RI merupakan inisiasi yang perlu disambut dengan baik. Selaras dengan rencana strategis Kemenag RI tahun 2020-2024, gerakan ini merupakan salah satu aksi nyata pengamalan nilai ikhlas beramal yang merupakan falsafah di lingkungan Kemenag RI. Gerakan ini merupakan bentuk kontribusi nyata ASN Kemenag RI dalam mengkampanyekan gaya hidup berwakaf. Gerakan wakaf uang yang dipelopori oleh Kemenag RI sebagai salah satu otoritas di sektor perwakafan semoga dapat diduplikasi oleh kementrian atau lembaga nasional lainnya. Dengan jumlah ASN mencapai 4,2 juta dan asumsi setiap ASN berwakaf sepuluh ribu rupiah per bulan, akan terkumpul wakaf uang sebesar Rp 42 miliar setiap bulan.
Di level internasional, potensi wakaf diyakini dapat mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pemerintah Indonesia melalui berbagai lembaga yang ada juga mulai melihat bahwa wakaf memiliki potensi besar untuk turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional. Terlebih sebagai negara dengan jumlah Muslim terbesar dan tingkat kedermawanan yang tinggi di masyarakatnya.
Terkait hal ini, penulis memberikan apresiasi mendalam kepada negara yang telah mengambil peran untuk turut merealisasikan potensi wakaf yang begitu besar. Program Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), penerbitan Waqf Core Principles, pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk sertifikasi para nazhir, dan pelaksanaan survei wakaf nasional, merupakan beberapa bentuk dukungan pemerintah melalui berbagai lembaga terkait dalam mengetengahkan diskursus perwakafan dalam ekonomi nasional.
Inisiasi Gerakan Wakaf Uang ASN menurut hemat penulis akan semakin optimal apabila dibarengi dengan sistem kontrol yang memadai. Dalam hal ini, terdapat beberapa catatan yang hendaknya perlu diperhatikan. Pertama, diperlukan konsistensi dalam pelaksanaan program. Semangat dan keberlanjutan dari gerakan ini perlu dijaga dan ditularkan ke seluruh pelosok tanah air. Upaya ini diperlukan agar gerakan ini tidak seperti Gerakan Nasional Wakaf Uang yang senyap setelah diluncurkan pada awal tahun 2010. Setelah dicanangkan secara resmi oleh Bapak Presiden RI kala itu, tidak ada pemberitaan lanjutan dari Gerakan Nasional yang diinisiasi oleh Kemenag RI dan BWI. Bahkan hingga saat ini, belum diketahui tersedianya informasi publik terkait pengelolaan aset wakaf yang terkumpul dari Gerakan Nasional tahun 2010 silam.
Kedua, perlu adanya tatakelola yang baik. Wakaf uang yang terkumpul dari ASN perlu dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan hukum dan agama. Dengan akad wakaf umum (khairi), aset wakaf adalah aset umat. Oleh karena itu, umat berhak untuk mendapatkan informasi secara berkala terkait dengan pengelolaan aset wakaf dan pendistribusian manfaat yang dihasilkan. Sesuai dengan karakteristik dari wakaf, keutuhan aset wakaf perlu senantiasa dipertahankan. Lebih dari itu, aset wakaf perlu dikembangkan dan diproduktifkan agar manfaatnya dapat terus mengalir.
Mekanisme check and balance sangat diperlukan. Terlebih dengan otoritas ganda yang dimiliki oleh BWI sebagai pelaksana sekaligus pengawas sektor perwakafan. Sebagai nazhir wakaf uang yang mengelola wakaf uang dari ASN, BWI mendapat kesempatan sekaligus tantangan untuk menjadi role model yang baik bagi para nazhir swasta dalam mengelola wakaf secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Selain itu, penerima manfaat (mauquf alayh) juga perlu diidentifikasi secara jelas. Sebisa mungkin, manfaat dari wakaf uang ASN perlu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Dengan demikian, proses edukasi tentang wakaf dapat terus berlanjut. Dari proses ini, diharapkan akan semakin banyak orang paham urgensi dan manfaat dari wakaf sehingga dapat turut meningkatkan partisipasi masyarakat dalam aktivitas perwakafan.
Belajar dari sejarah perwakafan di berbagai negara lain, wakaf yang dikelola oleh negara tanpa tatakelola dan sistem kontrol yang baik membuka peluang penyalahgunaan aset wakaf yang pada akhirnya merugikan wakaf dan umat. Semoga gerakan ini terus bergulir dan wakaf uang yang terkumpul senantiasa dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel sehingga dapat membawa kebaikan untuk masyarakat Indonesia. Wallahua’lam
Categories: Opini
wacids.or.id – Oleh Raditya Sukmana, Profesor Ekonomi Islam, Ketua Departemen Ekonomi Syariah, Universitas Airlangga. Imam Wahyudi Indrawan, Dosen Departemen Ekonomi Syariah Universitas Airlangga.
Wakaf dapat berperan dalam menyelesaikan polemik energi melalui sejumlah mekanisme
Awal tahun 2020, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya rencana kenaikan harga bahan bakar elpiji 3 kilogram (kg).
Hal ini berawal dari pernyataan Plt Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto yang menyatakan kementerian tersebut akan mencabut subsidi ?gas melon?, yakni elpiji 3 kg, dan mengubahnya menjadi pemberian subsidi kepada penerimanya, yakni masyarakat miskin. Sebelumnya, subsidi diberikan pemerintah dengan skema? per tabung?. Namun, karena dirasakan bahwa subsidi tersebut kurang tepat sasaran, skema pun diubah.
Hal ini akan mendorong harga elpiji 3 kg disesuaikan dengan harga pasar yang diperkirakan dapat mencapai Rp 35 ribu per tabung. Selain itu, masyarakat miskin penerima subsidi juga dibatasi hanya akan mendapatkan subsidi hingga tiga tabung, sedangkan selebihnya tidak disubsidi. Rencana ini pun tak pelak menyebabkan kekhawatiran di masyarakat karena dianggap dapat memberatkan masyarakat, khususnya masyarakat yang menggantungkan penghidupannya pada elpiji 3 kg seperti usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang bergelut di bidang makanan.
Kenaikan harga dan pembatasan subsidi “gas melon” dapat memukul UMKM karena kenaikan biaya produksi menjadi begitu signifikan, terlebih skala penggunaannya yang cukup tinggi. Singkat cerita, rencana tersebut sampai saat ini belum diberlakukan, tetapi telah mendapatkan perhatian luas dari masyarakat. Dari sudut pandang pemerintah, rencana pencabutan subsidi elpiji sebenarnya memiliki alasan yang mendasar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terdapat defisit sebesar 1,18 miliar dolar AS yang disinyalir diakibatkan oleh impor elpiji 3 kg. Dengan impor elpiji yang mencapai kenaikan 107,8 persen (year-on-year) dan penggunaan elpiji 3 kg yang tanpa batasan tetapi disubsidi, jelas hal ini akan menggerogoti anggaran pemerintah maupun neraca perdagangan Indonesia.
Karena itulah, kemudian dikaji kemungkinan perubahan skema subsidi agar lebih tepat sasaran dan menjaga efisiensi anggaran. Namun, ditinjau dari sisi sosial-ekonomi, hal tersebut memiliki efek samping.
Selain UMKM sebagaimana dibahas di atas, perubahan skema subsidi dan pembatasan pembelian elpiji bersubsidi dapat memukul rumah tangga yang selama ini telah menikmati elpiji dengan harga terjangkau.
Pasalnya, tujuan dikenalkannya elpiji sebagai pengganti minyak tanah agar bahan bakar rumah tangga dapat lebih bersih. Hal tersebut juga bertujuan mengurangi subsidi minyak tanah yang saat itu menjadi beban pemerintah. Selain itu, penggunaan elpiji sebagai bahan bakar memasak masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan penggunaan energi yang bersih.
Di sisi lain, diperlukan mekanisme alternatif agar kelak penyediaan bahan bakar bersubsidi dapat lebih transparan dan tepat sasaran. Untuk itu, penulis memandang wakaf dapat berperan dalam menyelesaikan polemik melalui sejumlah mekanisme.
Pertama, sebagaimana diketahui, saat ini wakaf tidak hanya terbatas pada wakaf tanah tetapi juga wakaf uang. Wakaf uang ini adalah dana yang diarahkan untuk menjadi dana bergulir abadi bagi investasi di sektor riil.
Maka, wakaf uang ini menjadi sumber dana pembiayaan bagi UMKM sehingga kapasitasnya dapat meningkat meskipun terjadi kenaikan harga elpiji. Yang termasuk dari pembiayaan ini adalah penyediaan alat masak ramah lingkungan dan bahan bakar elpiji sehingga dapat terjangkau bagi UMKM.
Secara teknis, pembiayaan dengan dana wakaf hendaknya menggunakan akad syariah seperti murabahah atau lainnya dan mengenakan margin yang sangat rendah. Dengan demikian, hal tersebut memudahkan bagi UMKM, tetapi keberlanjutan program pembiayaan dari dana wakaf dapat terjaga.
Kedua, untuk melengkapi skema tersebut, pengelolaan wakaf secara produktif yang menghasilkan keuntungan hendaknya diarahkan distribusinya kepada UMKM maupun rumah tangga miskin yang berhak. Distribusi ini dapat berupa tabung elpiji sehingga meringankan beban mereka yang membutuhkan dan mendukung program pemerintah.
Ketiga, selain dua skema tersebut, pengelolaan wakaf produktif dapat diarahkan untuk secara langsung menjadi penyedia gas bagi UMKM dan rumah tangga yang membutuhkan. Misalkan, lembaga pengelola wakaf dengan aset kelola wakaf uang yang cukup dapat membiayai penyediaan infrastruktur pemipaan gas bagi rumah tangga dan UMKM.
Lembaga pengelola wakaf dapat melakukan akad bagi hasil atau akad lainnya yang sesuai syariah dengan perusahaan penyedia gas serta memberikan harga yang terjangkau bagi pengguna berdasarkan subsidi dari pemerintah. Gas yang dihasilkan hendaknya disalurkan secara langsung kepada rumah tangga sasaran sehingga ketepatan subsidi gas dapat ditingkatkan.
Adapun bagi UMKM, infrastruktur yang dibangun dapat berupa stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) sehingga UMKM dapat menjangkau gas. Agar hal tersebut tepat sasaran, UMKM penerima subsidi hendaknya memiliki sejenis kartu identitas saat memasuki SPBG subsidi.
Tiga skema tersebut dapat terwujud jika ada sinergi antara Kementerian ESDM selaku penyalur subsidi elpiji dan lembaga pengelola wakaf yang akan menyalurkan pembiayaan bagi UMKM dan rumah tangga yang membutuhkan. Hal ini untuk menghindari terjadinya subsidi yang bertumpuk maupun ketiadaan subsidi bagi sebagian mereka yang berhak akibat kesalahan pemetaan data.
Perlu diingat, isu mengenai elpiji ini sangat krusial karena berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan energi yang bersih. Hal ini sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) nomor ketujuh, yang berfokus pada energi bersih dan terbarukan.
Sinergi yang dilakukan pemerintah dan lembaga pengelola wakaf diharapkan dapat menjadi jalan untuk penyediaan energi bersih bagi masyarakat secara efisien dan ekonomis.
Categories: Opini