Waqf Center for Indonesian Development & Studies

wave-down
By wacids, Tanggal 2021-02-11

Cash Waqf and Islamic Microfinance Institutions: Business Models in Indonesia

Ascarya, Raditya Sukmana and Siti Rahmawati* | April 2017

*Department of Islamic Economic and Finance, Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No.2, C Building, 3rd fl., Jakarta 10350, Indonesia
Email: ascarya@bi.go.id; Phone: +6221.2981.7345; Fax: +6221.231.1128

Recently, there has been a growing concern on the Islamic microfinance Institution (Baitul Maal wat Tamwil-BMT-Islamci cooperative) in empowering the micro and small enterprises in Indonesia. Financial inclusivity, human resources capabilities and collaterals are some of the issues which gain attention by many. Unlike banks with requirement complexities, Islamic microfinance Insitutions provide flexibility and humanistic approach in giving financing. However, among the problem within BMT is on the liquidity issues. Relying the members fees contribution will not adequate to cover the huge number of financing demand. Innovation of cash waqf is a one way to solve the problem. This paper attempts to empirically describe and critically analyze the various models of BMT which utilizes the cash waqf for their liquidity purposes. Based on the in depth-interview with BMT practitioners, finding shows that there are four classifications or model in utilizing cash waqf within BMT and each has different feature. This study gains important to other Islamic Microfinance Institutions which keen to adopt cash waqf. Moreover, result of this study will certainly be important in developing waqf performance for the regulator.

JEL Classification: D60, G210
Keywords: Waqf, Cash Waqf, Cash Waqf Model, Baitul Maal wat Tamwil

Download full paper.

Baca selengkapnya ...
By wacids, Tanggal 2021-02-10

wacids.or.id – RADITYA SUKMANA, Profesor Ekonomi Islam FEB Universitas Airlangga IMAM WAHYUDI INDRAWAN, Dosen Departemen Ekonomi Syariah, Universitas Airlangga

Aset wakaf legendaris dan berdampak besar seperti Universitas Al-Azhar di Mesir maupun wakaf sumur dari sahabat Utsman bin ‘Affan adalah bukti wakaf jika dioptimalkan dapat berperan vital bagi pembangunan masyarakat.

Di Indonesia, wakaf dengan pengelolaan secara produktif juga mulai berkembang. Namun, tak dapat dimungkiri, masyarakat masih memandang wakaf terbatas pada aset tetap dan terfokus pada aktivitas religius, seperti masjid, pesantren, dan permakaman. Ini tak sepenuhnya salah, tetapi jangkauan menjadi sempit dan potensinya belum terkelola secara optimal.

Masyarakat masih memandang wakaf terbatas pada aset tetap dan terfokus pada aktivitas religius, seperti masjid, pesantren, dan permakaman

 

Banyak studi menyebutkan, sosialisasi wakaf kepada masyarakat masih minim sehingga persepsi wakaf sebagaimana disebutkan di atas masih umum ditemui.

Di samping sosialisasi oleh lembaga wakaf dan otoritas, seperti Badan Wakaf Indonesia (BWI), penulis memandang rendahnya kesadaran masyarakat itu karena minimnya pengukuran atas kinerja perwakafan itu sendiri.

Bila kita refleksikan pada perzakatan nasional, Baznas melalui Pusat Kajian Strategis (Puskas) sejak 2016 menelurkan Indeks Zakat Nasional (IZN) yang menjadi tolok ukur capaian kinerja zakat.

Dalam IZN terdapat sejumlah indikator, baik dari sisi dukungan regulator, penilaian atas proses perzakatan sejak pengumpulan, penyaluran, hingga pelaporan serta dampak distribusi zakat kepada masyarakat, khususnya mustahik.

IZN kemudian berkembang menjadi sejumlah indeks lain, seperti Indeks Desa Zakat, Indeks Literasi Zakat, dan lainnya. Berangkat dari hal di atas, penulis memandang perlu adanya Indeks Wakaf Nasional (IWN) sebagai ukuran kinerja perwakafan di Indonesia.

Sebagaimana IZN, hendaknya IWN mencakup sejumlah dimensi, seperti dukungan regulator terhadap perwakafan, proses pengelolaan wakaf, hingga jangkauan dan dampak wakaf bagi masyarakat.

IWN dapat meninjau kinerja wakaf setiap provinsi dalam setiap tahun. Bila proses ini dapat berjalan berkelanjutan, dapat juga menjadi publikasi bukti kesuksesan wakaf dari waktu ke waktu dalam memperbaiki kondisi masyarakat.

Empat lembaga penelitian di Universitas Airlangga, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Pertanian Bogor menyutujui skema Riset Kolaborasi Indonesia (RKI) untuk mendesain IWN ini dengan Universitas Airlangga sebagai ketua peneliti.

IWN diharapkan menjadi alat alternatif BWI dalam mengevaluasi perwakafan di Indonesia.

Konstruksi IWN ini didasarkan pada studi wakaf terdahulu disertai focus group discussion yang melibatkan BWI, KNEKS, DSN MUI, Kemenag, serta praktisi wakaf Pondok Pesantren Gontor (ICAS), ACT, dan Dompet Dhuafa.

Dengan metodologi seperti ini, IWN dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Diharapkan ada upaya saling berlomba di antara stakeholder wakaf hingga di tingkat daerah untuk mencapai posisi terbaik dalam kinerja perwakafan

Sepanjang penulis berinteraksi dengan studi wakaf di ratusan jurnal bereputasi serta berinteraksi langsung maupun tak langsung dengan regulator dan praktisi wakaf di banyak negara, IWN dapat dikatakan merupakan indeks pertama di dunia terkait wakaf.

Selain itu, indeks ini sangat komprehensif termasuk penilaian tentang peranan stakeholder terkait wakaf. Indeks ini dapat juga diadopsi negara lain dengan beberapa penyesuaian.

Di antara manfaat IWN, pertama, pemantauan kinerja perwakafan dapat dilakukan rujukan jelas dan terukur. Selama ini, pemantauan kinerja perwakafan belum memiliki ukuran yang jelas sehingga belum dapat dipastikan pengelolaan wakaf berjalan baik atau belum.

Kedua, dengan adanya indeks yang dapat memperbandingkan kinerja perwakafan antarprovinsi, diharapkan ada upaya saling berlomba di antara stakeholder wakaf hingga di tingkat daerah untuk mencapai posisi terbaik dalam kinerja perwakafan.

Ketiga, adanya IWN yang diukur setiap tahun dapat mendorong stakeholder memperbaiki pengelolaan wakaf dari tahun ke tahun, mengingat adanya perbandingan antarwaktu dalam pengukuran IWN.

Perbaikan dari tahun ke tahun juga akan mendorong inovasi dan perbaikan kinerja perwakafan sehingga wakaf tidak menjadi statis dan stagnan.

Keempat, dengan IWN dapat terpantau mana daerah yang memerlukan intervensi baik dari sisi regulasi, anggaran, peningkatan kualitas nazir, maupun dampak pengelolaan wakafnya.

Selain itu, aset-aset wakaf yang tidak terkelola maksimal hendaknya dapat terpantau melalui IWN sehingga dapat diambil kebijakan untuk mengelolanya lebih baik.

Karena itu, penulis mendorong agar BWI dan Kemenag menggandeng lembaga riset, perguruan tinggi, hingga praktisi wakaf untuk membuat konsep IWN dan mengaplikasikannya sehingga ada pengukuran dan perbaikan kinerja wakaf.

Penulis optimistis, IWN dapat mengevaluasi banyak hal. Tidak hanya itu, karena merupakan pelopor IWN ini, penulis juga optimistis Indonesia menjadi barometer pengelolaan wakaf bagi negara negara lain yang ingin mengembangkan wakaf.

Artikel ini telah dimuat di republika co id. Berikut ini linknya: https://www.republika.id/posts/8487/menyambut-indeks-wakaf-nasional

Categories: Opini

Tags: BWIIndeks Wakafriset wakafsosialisasi wakafwakaf

Baca selengkapnya ...
By wacids, Tanggal 2021-02-10

Ascarya, Siti Rahmawati, and Raditya Sukmana | November 2016

Department of Islamic Economic and Finance, Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2, C Building, 3rd fl., Jakarta 10350, Indonesia Email: ascarya@bi.go.id; Phone: +6221.2981.7345; Fax: +6221.231.1128

ABSTRACT

Cash waqf is one type of contemporary waqf which has been widely applied by waqf institutions and Islamic financial institutions in Muslim majority countries as well as in Muslim minority countries. This study is intended to identify and analyze the cash waqf model applied by three Baitul Maal wat Tamwil (BMT) as certified Nazhir with their unique characteristics, not only to achieve triple bottom-line (outreach, sustainability and welfare impact), strengthen its role as the agent of holistic financial inclusion (HFI) and develop micro enterprises (MEs), but also to improve its social programs, to improve its stability as well as to contribute to financial system stability. The results show that managing cash waqf (direct and indirect) will benefit not only final mauquf alaih (beneficiaries of BMT’s social programs), but also intermediate mauquf alaih (BMT and its MEs members). BMT would benefit from the placement of cash waqf funds in its waqf equity and investment deposit accounts, not only as source of fund, but also provides better liquidity risk and reduce mismatch, which in the long run would improve BMT stability and its resilience to external shock. BMT members and MEs would benefit from cheaper cost of micro-financing. Final mauquf alaih would benefit from more variety and better quality social programs. To improve the participation of BMTs in managing cash waqf, BMT should be authorized and encouraged, with incentives and necessary regulations, to independently manage its own cash waqf collected. Moreover, the determinants of BMT soundness should not only include its Baitut Tamwil performance, but also include its Baitul Maal performance. JEL Classification: D60, G210

Keywords: Waqf, Cash Waqf, Baitul Maal wa Tamwil

Download full paper.

Baca selengkapnya ...