Oleh: Imam Wahyudi Indrawan (Peneliti pada Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS))
Sistem keuangan, khususnya Lembaga Jasa Keuangan (LJK) baik perbankan maupun non-perbankan, memainkan peran penting di dalam perekonomian. Peran penting tersebut sering disebut sebagai fungsi intermediasi. Fungsi intermediasi ini bermakna bahwa LJK menjadi penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (deficit unit). Fungsi intermediasi ini, khususnya pada perbankan ialah sangat penting karena menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, dan bagi otoritas moneter (bank sentral), fungsi intermediasi ini menjadi saluran transmisi kebijakan moneter untuk mencapai tujuan yang dituju, baik pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, ataupun target lainnya. Hal ini berlaku baik pada LJK konvensional maupun syariah, khususnya perbankan.
Akan tetapi, pandemi Covid-19 menyebabkan banyak disrupsi dalam berbagai dimensi kehidupan manusia, termasuk pada fungsi intermediasi yang dijalankan LJK. Hal ini tidak terlepas dari upaya penanganan pandemi yang menyebabkan berbagai pembatasan dikenakan pemerintah sehingga menghambat aktivitas masyarakat. Hal ini kemudian berakibat pada kontraksi pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi negatif di Indonesia selama pandemi Covid-19. Aktivitas ekonomi yang terhambat, tentu pada gilirannya akan menurunkan kemampuan nasabah perbankan, baik individu maupun badan usaha untuk dapat mengembalikan pembiayaan yang diterimanya dari perbankan. Hal ini terutama dirasakan oleh nasabah yang bergerak pada sektor-sektor yang mengalami dampak terdalam dari pandemi Covid-19, seperti sektor pariwisata dan sektor transportasi.
Pada sisi perbankan, kondisi di atas akan mempengaruhi operasional mereka karena nilai Non-Performing Loan (NPL) untuk bank konvensional dan Non-Performing Financing (NPF) bank syariah, atau sederhananya kredit macet di perbankan dapat meningkat. Jika kredit macet meningkat, maka kemampuan bank untuk memberi imbal hasil bagi nasabah penabung akan berkurang, dan pada gilirannya kepercayaan pada sektor perbankan akan menurun dan jika dibiarkan akan menyebabkan penarikan dana besar-besaran (bank rush), sebagaimana terjadi pada krisis moneter di Indonesia tahun 1998 lalu.
Menanggapi hal di atas, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) khususnya Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator perbankan di Indonesia melakukan berbagai stimulus. Dari sisi OJK, dilakukan kebijakan restrukturisasi kredit agar nilai NPL/NPF perbankan tidak meningkat dengan keringanan bagi nasabah kredit (debitur) dalam pengembalian pembiayaannya kepada perbankan. Sementara itu, BI juga memberikan kebijakan makroprudensial yang akomodatif bernama Rasio Intermediasi Makroprudensial (Syariah) atau RIM(S). RIM(S) ialah rasio untuk mengukur tingkat intermediasi perbankan dengan menggunakan konsep intermediasi perbankan yang lebih luas. Hal ini tidak hanya dana simpanan nasabah (disebut juga Dana Pihak Ketiga/DPK) yang disalurkan menjadi pembiayaan, namun juga diperluas mencakup surat-surat berharga yang diterbitkan dan yang dibeli perbankan (seperti obligasi/sukuk) dan juga pinjaman/pembiayaan yang diterima oleh perbankan sehingga diharapkan perbankan dapat melaksanakan fungsi intermediasinya melalui berbagai cara.
Dalam pandangan penulis, konsep intermediasi perbankan khususnya pada perbankan syariah masih dapat diperluas lagi dalam rangka memperkuat stabilitas sistem keuangan. Hal ini yaitu melalui masuknya unsur wakaf uang sebagai bagian dari perhitungan RIMS pada bank syariah, yaitu wakaf uang yang diterima untuk sisi penerimaan dana dan wakaf uang yang disalurkan untuk sisi penyaluran dana. Hal ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 21 nomor 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyebutkan bahwa bank syariah dapat menerima dan kemudian menyalurkan wakaf uang sesuai peruntukan oleh wakif.
Adapun skema masuknya wakaf uang dalam kebijakan RIMS BI dapat dilakukan sebagai berikut. Jadi, bank syariah yang telah terdaftar sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) melaporkan kegiatan LKS-PWU tidak hanya kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Agama juga melaporkan kepada BI. Cakupan wakaf uang yang diterima ialah baik yang diterima oleh bank syariah sebagai LKS-PWU maupun nazhir wakaf yang bekerja sama dengan bank syariah tersebut. Adapun penyaluran dana ialah realisasi penyaluran dana wakaf uang oleh nazhir wakaf, baik untuk pembiayaan proyek di lahan wakaf, pembiayaan sektor riil, maupun investasi pada instrumen keuangan syariah.
Jika hal di atas dapat terwujud, maka hal ini dapat mendorong peran lebih aktif bank syariah sebagai LKS-PWU untuk mempromosikan kehadiran wakaf uang di Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan dua inisiatif, yaitu Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang digelorakan pemerintah pada awal tahun 2021 lalu, dan juga penyusunan statistik syariah yang tengah disusun oleh BI sendiri karena pelaporan bank syariah LKS-PWU secara rutin akan menjadi materi data yang berharga untuk statistik wakaf uang di Indonesia.
Meskipun demikian, kerja sama antara BI, OJK, BWI dan Kementerian Agama sebagai regulator perbankan dan wakaf perlu diperkuat sehingga integrasi antara pelaporan wakaf dan pelaporan perbankan dapat terwujud. Selain itu, mekanisme insentif dan persuasi yang optimal harus dirumuskan secara matang sehingga peran bank syariah LKS-PWU sebagaimana amanat UU Wakaf dapat mewujudkan optimalisasi pengelolaan wakaf uang di Indonesia. Hal ini jika terwujud diharapkan akan memperkuat peran intermediasi perbankan syariah di Indonesia di dalam mendukung stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Artikel ini juga telah dimuat di Republika Online
Oleh: Imam Wahyudi Indrawan (Peneliti pada Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS))
Sistem keuangan, khususnya Lembaga Jasa Keuangan (LJK) baik perbankan maupun non-perbankan, memainkan peran penting di dalam perekonomian. Peran penting tersebut sering disebut sebagai fungsi intermediasi. Fungsi intermediasi ini bermakna bahwa LJK menjadi penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (deficit unit). Fungsi intermediasi ini, khususnya pada perbankan ialah sangat penting karena menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, dan bagi otoritas moneter (bank sentral), fungsi intermediasi ini menjadi saluran transmisi kebijakan moneter untuk mencapai tujuan yang dituju, baik pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, ataupun target lainnya. Hal ini berlaku baik pada LJK konvensional maupun syariah, khususnya perbankan.
Akan tetapi, pandemi Covid-19 menyebabkan banyak disrupsi dalam berbagai dimensi kehidupan manusia, termasuk pada fungsi intermediasi yang dijalankan LJK. Hal ini tidak terlepas dari upaya penanganan pandemi yang menyebabkan berbagai pembatasan dikenakan pemerintah sehingga menghambat aktivitas masyarakat. Hal ini kemudian berakibat pada kontraksi pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi negatif di Indonesia selama pandemi Covid-19. Aktivitas ekonomi yang terhambat, tentu pada gilirannya akan menurunkan kemampuan nasabah perbankan, baik individu maupun badan usaha untuk dapat mengembalikan pembiayaan yang diterimanya dari perbankan. Hal ini terutama dirasakan oleh nasabah yang bergerak pada sektor-sektor yang mengalami dampak terdalam dari pandemi Covid-19, seperti sektor pariwisata dan sektor transportasi.
Pada sisi perbankan, kondisi di atas akan mempengaruhi operasional mereka karena nilai Non-Performing Loan (NPL) untuk bank konvensional dan Non-Performing Financing (NPF) bank syariah, atau sederhananya kredit macet di perbankan dapat meningkat. Jika kredit macet meningkat, maka kemampuan bank untuk memberi imbal hasil bagi nasabah penabung akan berkurang, dan pada gilirannya kepercayaan pada sektor perbankan akan menurun dan jika dibiarkan akan menyebabkan penarikan dana besar-besaran (bank rush), sebagaimana terjadi pada krisis moneter di Indonesia tahun 1998 lalu.
Menanggapi hal di atas, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) khususnya Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator perbankan di Indonesia melakukan berbagai stimulus. Dari sisi OJK, dilakukan kebijakan restrukturisasi kredit agar nilai NPL/NPF perbankan tidak meningkat dengan keringanan bagi nasabah kredit (debitur) dalam pengembalian pembiayaannya kepada perbankan. Sementara itu, BI juga memberikan kebijakan makroprudensial yang akomodatif bernama Rasio Intermediasi Makroprudensial (Syariah) atau RIM(S). RIM(S) ialah rasio untuk mengukur tingkat intermediasi perbankan dengan menggunakan konsep intermediasi perbankan yang lebih luas. Hal ini tidak hanya dana simpanan nasabah (disebut juga Dana Pihak Ketiga/DPK) yang disalurkan menjadi pembiayaan, namun juga diperluas mencakup surat-surat berharga yang diterbitkan dan yang dibeli perbankan (seperti obligasi/sukuk) dan juga pinjaman/pembiayaan yang diterima oleh perbankan sehingga diharapkan perbankan dapat melaksanakan fungsi intermediasinya melalui berbagai cara.
Dalam pandangan penulis, konsep intermediasi perbankan khususnya pada perbankan syariah masih dapat diperluas lagi dalam rangka memperkuat stabilitas sistem keuangan. Hal ini yaitu melalui masuknya unsur wakaf uang sebagai bagian dari perhitungan RIMS pada bank syariah, yaitu wakaf uang yang diterima untuk sisi penerimaan dana dan wakaf uang yang disalurkan untuk sisi penyaluran dana. Hal ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 21 nomor 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyebutkan bahwa bank syariah dapat menerima dan kemudian menyalurkan wakaf uang sesuai peruntukan oleh wakif.
Adapun skema masuknya wakaf uang dalam kebijakan RIMS BI dapat dilakukan sebagai berikut. Jadi, bank syariah yang telah terdaftar sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) melaporkan kegiatan LKS-PWU tidak hanya kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Agama juga melaporkan kepada BI. Cakupan wakaf uang yang diterima ialah baik yang diterima oleh bank syariah sebagai LKS-PWU maupun nazhir wakaf yang bekerja sama dengan bank syariah tersebut. Adapun penyaluran dana ialah realisasi penyaluran dana wakaf uang oleh nazhir wakaf, baik untuk pembiayaan proyek di lahan wakaf, pembiayaan sektor riil, maupun investasi pada instrumen keuangan syariah.
Jika hal di atas dapat terwujud, maka hal ini dapat mendorong peran lebih aktif bank syariah sebagai LKS-PWU untuk mempromosikan kehadiran wakaf uang di Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan dua inisiatif, yaitu Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang digelorakan pemerintah pada awal tahun 2021 lalu, dan juga penyusunan statistik syariah yang tengah disusun oleh BI sendiri karena pelaporan bank syariah LKS-PWU secara rutin akan menjadi materi data yang berharga untuk statistik wakaf uang di Indonesia.
Meskipun demikian, kerja sama antara BI, OJK, BWI dan Kementerian Agama sebagai regulator perbankan dan wakaf perlu diperkuat sehingga integrasi antara pelaporan wakaf dan pelaporan perbankan dapat terwujud. Selain itu, mekanisme insentif dan persuasi yang optimal harus dirumuskan secara matang sehingga peran bank syariah LKS-PWU sebagaimana amanat UU Wakaf dapat mewujudkan optimalisasi pengelolaan wakaf uang di Indonesia. Hal ini jika terwujud diharapkan akan memperkuat peran intermediasi perbankan syariah di Indonesia di dalam mendukung stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Artikel ini juga telah dimuat di Republika Online
Categories: BeritaOpini
Tags: wakafwakaf indonesiawakaf uang
WAQF TRAINING BY WaCIDS #4
Published by wacids on August 3, 2021
๐ข Ikutilah Waqf Training by WaCIDS #4: Investasi Aset Wakaf di Sektor Produktif dan Strategis
๐ฑ๐ป๐ฉ๐ป๐ป๐จ๐ป๐ป๐ฒ๐ฑ
Dipersembahkan oleh Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS)
[Lembaga Penelitian, Literasi, dan Pelatihan Wakaf]
MATERI TRAINING
๐ INVESTASI ASET WAKAF DI SEKTOR PRODUKTIF DAN STRATEGIS : ๐
Konsep investasi secara umum dan dari perspektif Islam
Tipe investasi yang cocok bagi lembaga wakaf
Best practice investasi aset wakaf di luar negeri dan dalam negeri
Konsep dan Implementasi manajemen risiko investasi lembaga wakaf
Implementasi dan tantangan manajemen investasi di lembaga keuangan syariah (lesson learned)
Implementasi dan tantangan manajemen investasi di lembaga wakaf
๐ณ๐ปโ๏ธ Opening Speech :
Prof. Dr. Raditya Sukmana (Penasihat WaCIDS, Guru Besar Universitas Airlangga)
๐ฅ Trainer:
๐ง๐ป Dr. Lisa Listiana, S.E. M.Ak. (Founder & Director WaCIDS)
๐จ๐ป๐ Syauqi Robbani, CFA (Independent Director Rumah Zakat)
Waktu Pelaksanaan:
๐Hari / Tanggal : Sabtu, 7 Agustus 2021-Sabtu, 14 Agustus 2021
โฐWaktu : 09.00-12.00 WIB
๐ฒTempat : Via Zoom Cloud Meeting (Sabtu & Sabtu)
(Senin, Rabu, Kamis via WAG untuk diskusi dan penugasan)
Investasi:
Umum ๐ง๐ป๐จ Rp500.000
Alumni Waqf Training by WaCIDS ๐ Rp 450.000
*20% dari Investasi Peserta akan diwakafkan
Transfer ke Rekening *BNIS/BSI 0896-4321-45 (Kode 427)
a.n Yayasan Visi Peradaban Madani
Siapa yang perlu berpartisipasi dalam training ini?
โ
Akademisi, Dosen Prodi Manajemen Zakat & Wakaf
โ
Mahasiswa
โ
Praktisi, Nazhir atau Mitra Nazhir Wakaf
โ
Pengelola Lembaga Wakaf Kampus/Pesantren/Masjid
โ
Penyuluh Agama Islam
โ
Petugas KUA
โ
Praktisi Lembaga Keuangan Syariah
โ
Notaris dan Praktisi Hukum Islam
โ
Penggiat Wakaf
Link Pendaftaran:
http://bit.ly/trainingwacids4
Informasi Lengkap:
http://bit.ly/torwacids4
Contact Person:
http://bit.ly/AdminWacids
Instagram : @wacids.official
Email : training.wacids@gmail.com
Website :www.wacids.or.id
Note : Bukti sah menjadi peserta jika sudah mengirimkan formulir pendaftaran dan bukti transfer
Categories: BeritaProgram
Tags: investasiproduktifstrategistrainingWaCIDS
WAQF TRAINING BY WaCIDS #4
Published by wacids on August 3, 2021
๐ข Ikutilah Waqf Training by WaCIDS #4: Investasi Aset Wakaf di Sektor Produktif dan Strategis
๐ฑ๐ป๐ฉ๐ป๐ป๐จ๐ป๐ป๐ฒ๐ฑ
Dipersembahkan oleh Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS)
[Lembaga Penelitian, Literasi, dan Pelatihan Wakaf]
MATERI TRAINING
๐ INVESTASI ASET WAKAF DI SEKTOR PRODUKTIF DAN STRATEGIS : ๐
Konsep investasi secara umum dan dari perspektif Islam
Tipe investasi yang cocok bagi lembaga wakaf
Best practice investasi aset wakaf di luar negeri dan dalam negeri
Konsep dan Implementasi manajemen risiko investasi lembaga wakaf
Implementasi dan tantangan manajemen investasi di lembaga keuangan syariah (lesson learned)
Implementasi dan tantangan manajemen investasi di lembaga wakaf
๐ณ๐ปโ๏ธ Opening Speech :
Prof. Dr. Raditya Sukmana (Penasihat WaCIDS, Guru Besar Universitas Airlangga)
๐ฅ Trainer:
๐ง๐ป Dr. Lisa Listiana, S.E. M.Ak. (Founder & Director WaCIDS)
๐จ๐ป๐ Syauqi Robbani, CFA (Independent Director Rumah Zakat)
Waktu Pelaksanaan:
๐Hari / Tanggal : Sabtu, 7 Agustus 2021-Sabtu, 14 Agustus 2021
โฐWaktu : 09.00-12.00 WIB
๐ฒTempat : Via Zoom Cloud Meeting (Sabtu & Sabtu)
(Senin, Rabu, Kamis via WAG untuk diskusi dan penugasan)
Investasi:
Umum ๐ง๐ป๐จ Rp500.000
Alumni Waqf Training by WaCIDS ๐ Rp 450.000
*20% dari Investasi Peserta akan diwakafkan
Transfer ke Rekening *BNIS/BSI 0896-4321-45 (Kode 427)
a.n Yayasan Visi Peradaban Madani
Siapa yang perlu berpartisipasi dalam training ini?
โ
Akademisi, Dosen Prodi Manajemen Zakat & Wakaf
โ
Mahasiswa
โ
Praktisi, Nazhir atau Mitra Nazhir Wakaf
โ
Pengelola Lembaga Wakaf Kampus/Pesantren/Masjid
โ
Penyuluh Agama Islam
โ
Petugas KUA
โ
Praktisi Lembaga Keuangan Syariah
โ
Notaris dan Praktisi Hukum Islam
โ
Penggiat Wakaf
Link Pendaftaran:
http://bit.ly/trainingwacids4
Informasi Lengkap:
http://bit.ly/torwacids4
Contact Person:
http://bit.ly/AdminWacids
Instagram : @wacids.official
Email : training.wacids@gmail.com
Website :www.wacids.or.id
Note : Bukti sah menjadi peserta jika sudah mengirimkan formulir pendaftaran dan bukti transfer
Categories: BeritaProgram
Tags: investasiproduktifstra
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Greetings to Waqf Activists,
Although waqf has been proven in the past in providing numerous beneficial facilities and the huge potential to adAlthough waqf has been proven in the past in providing numerous beneficial facilities and the huge potential to address the current global issue has been acknowledged, the actual contribution is still (considered) very minimal. In addition, most of the existing research uses western based rather than authentic Islamic literature. This webinar aims to shed more light on the possibility of the Islamic Gift Economy framework to revive the waqf sector.
Reviving Waqf in Islamic Gift Economy Framework
Speaker :
Dr. Adi Setia (Co-Founder, Institute for Regenerative Livelihoods)
Moderator :
Dr. Lisa Listiana (Founder WaCIDS)
The Webinar inshaAllah will be held on :
Saturday, 31 July 2021/21 Dzulhijah 1442
10.00AM-12.00PMJakarta Time
11.00AM-1.00PM Malaysia/Singapore Time
: Via Zoom Cloud Meeting
Investment:
Indonesia : 75K (Pay to account BNIS/BSI 0896-4321-45 (Kode 427) a.n Visi Peradaban
Malaysia : RM 20 (Pay to account Bank Islam Cawangan UIA Gombak 14162028213819 a.n. Lisa Listiana
Other Countries : USD 5 (PayPal Dr. Adi Setia adisetiawangsa@gmail.com)
Benefits :
Insightful Knowledge
Networking
E-Certificate
Who should attend this webinar? Waqf stakeholders, regulators, lecturers, researchers, students, nazhir/waqf managers, lawyers, teachers, educators, waqf activists, etc.
Link Registration:
http://bit.ly/internationalwebinarwacidssaei
For any question, please contact us :
Contact Person:
http://bit.ly/AdminWacids
Instagram
https://www.instagram.com/p/CRl86EYLkle/
Website
www.wacids.or.id
Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS)
Categories: Berita