Integrasi Wakaf Uang dalam Pengembangan Ekonomi Minapolitan

Oleh Tim Konten WaCIDS, Dibuat tanggal 2024-03-16

Indonesia memiliki potensi pengembangan sektor blue economy yang cukup besar, namun banyak mengalami kendala pada aspek permodalan dan infrastruktur. Salah satu cara untuk mengoptimalisasi blue economy adalah dengan mengintegrasikan wakaf uang dengan akad-akad Syariah pada sektor perikanan.

Indonesia merupakan negara maritim dengan memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan merupakan garis pantai terpanjang kedua didunia (KKP, 2019). Fakta tersebut menjadikan potensi pengembangan sektor blue economy di Indonesia cukup tinggi, salah satunya dalam memaksimalkan potensi kelautan pemerintah memiliki program Minapolitan. 

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 menjelaskan bahwa minapolitan merupakan konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisien, berkualitas dan percepatan.

Pengembangan sektor blue economy diharapkan multiplier effect terhadap kegiatan ekonomi seperti produksi, perdagangan, jasa, kesehatan dan sosial. Namun sayangnya, sumbangsih sektor perikanan dan kelautan hanya sebesar 3,7 persen terhadap PDB (BPS, 2020). 

Islam sebagai agama yang kaffah memberikan solusi hidup baik ranah ibadah maupun muamalah. Instrumen wakaf tunai mampu menjadi pendorong dalam hal pembiayaan pada sektor blue economy. Menurut Badan Wakaf Indonesia BWI (2020), potensi wakaf uang di Indonesia mencapai kisaran Rp 188 triliun. Berikut adalah tahapan yang dapat dilakukan dalam mengintegrasikan potensi wakaf tunai dengan akad-akad Syariah dalam pengembangan sektor blue economy:

  1. Tahap pertama adalah menggunakan akad qardhul hasan, yang bercorak ta’awun (pertolongan). Akad ini digunakan untuk menyediakan alat-alat penunjang dalam melaut seperti penyediaan jaring, jangkar, mesin boat, mini genset, dan lain-lain.
  2. Tahap kedua yaitu penerapan akad Joint Venture Musyarakah” yang berperan dalam membantu berjalannya tambahan modal bagi nelayan. Misalnya ketika nelayan pembudidaya akan memperluas lahan budidayanya ataupun untuk memperbaiki/menambah kapasitas perahu, menambah peralatan penunjang melaut yang digunakan nelayan.
  3. Tahap ketiga adalah penerapan akad penyertaan modal “mudharabah” yaitu akad yang keuntungannya menjadi milik bersama (Wahbah, 2011). Akad ini digunakan untuk menciptakan nilai tambah bagi hasil tangkapan nelayan. Misalnya pendirian pabrik pengolahan hasil perikanan, seperti cold storage, tempat pengasinan ikan, pabrik kerupuk ikan atau pabrik pengalengan ikan.
  4. Tahapan keempat adalah penerapan akad salam atau jual beli pemesanan. Akad ini erat kaitannya dengan nelayan pembudidaya, karena untuk mendapatkan penghasilan para nelayan pembudidaya membutuhkan waktu 2 bulan atau 3 bulan. 

Peran cash waqf terhadap pengembangan kawasan minapolitan diharapkan menjadi sebuah pilot project bagi program blue economic lainnya. Sehingga, secara perlahan dapat meninggalkan ketergantungan dari lembaga keuangan yang konvensional yang berbasis riba.

Oleh: 

Febri Ramadhani dan Yan Putra Timur 

Kutip artikel ini:

Ramadhani, F., & Timur, Y. P. (16 Februari 2024).  Integrasi Wakaf Uang  dalam Pengembangan Ekonomi Minapolitan: https://wacids.or.id/2024/03/16/integrasi-wakaf-uang-dalam-pengembangan-ekonomi-minapolitan/

Referensi :

Az-Zuhaili, Wahbah. (2011). Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, hlm. 357, Gema Insani, Jakarta 

BWI. (2020). https://www.wakafuang.bwi.go.id/2021/01/25/presiden-jokowi-sebut-potensi-wakaf-uang-bisa-tembus-rp-188-triliun/

BPS. (2020). Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2020 diakses dari https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/OE1KOFBP

KKP. (2019). Laut Masa Depan Bersama, diakses dari https://kkp.go.id/artikel/12993-laut-masa-depan-bangsa-mari-jaga-bersama

Categories: Opini

Tags: #KebaikanWakaf#wakafstrategisWaCIDSwakafwakaf indonesiawakaf produktifwakaf uang