Kitab Mukhtashar Khalil (Bab Waqf) – Hukum-Hukum Terkait Wakaf Menurut Mazhab Maliki

Oleh wacids, Dibuat tanggal 2021-08-30

Kelas Kitab Klasik Wakaf by WaCIDS dijadwalkan akan diadakan setiap Ahad pekan kedua setiap bulannya. Kegiatan berupa kelas sekaligus diskusi dengan narasumber, serta ilmu terkait praktik berwakaf. Pada Kelas Kitab Klasik Wakaf by WaCIDS #2 membahas Kitab Mukhtashar Khalil Bab Waqf, buku fikih menengah Mazhab Maliki karya Al-Imam Khalil Al-Jundi (w. 767 H). Kelas ini difasilitasi oleh Divisi Kelas dan Training WaCIDS dengan menghadirkan Ustadz Nur Fajri Romadhon, Lc selaku anggota Komisi Fatwa MUI DKI Jakarta serta Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Kota Depok dan Arab Saudi. Kegiatan berupa materi dari pembicara serta sesi tanya jawab dilaksanakan pada hari Ahad, 15 Agustus 2021 melalui platform zoom. 

Dua fokus utama pembahasan oleh pemateri di antaranya beberapa hal yang menyebabkan sah dan tidak sahnya dalam berwakaf berdasarkan mazhab Maliki. Sebelum masuk ke dalam bahasan, pemateri menyampaikan bahwa dalam mazhab Maliki, wakaf tidak diharuskan berlaku selamanya. Wakaf sementara boleh dilakukan, namun terdapat tempo waktu untuk berwakaf yaitu tidak boleh kurang dari setahun. Asalkan wakaf lebih dari setahun sesuai syarat perjanjian dan tidak melanggar syariah, maka wakaf tersebut sah dan bisa dikembalikan kepada pemilik aset tersebut.

Masuk ke dalam bahasan mengenai beberapa hal yang menyebabkan sahnya wakaf. Pertama, objek berupa barang sewa sah diwakafkan, begitu pula dengan hewan untuk kendaraan sah untuk diwakafkan. Misalnya mobil digunakan sebagai objek wakaf zaman sekarang. Kemudian, wakaf pada perkara mubah boleh dalam mazhab Maliki.  Wakaf kitab atau buku juga bisa sementara, di mana setelah selesai masa wakafnya buku tersebut bisa dikembalikan kepada wakif. Beliau melanjutkan, hukumnya sah untuk berwasiat akan berwakaf ketika meninggal nanti. Berwakaf dengan mensyaratkan sesuatu dibolehkan dalam mazhab Maliki, dengan catatan syarat tersebut halal dan tidak melanggar syariah. Misalnya, syarat berwakaf untuk mahasiswa jika memiliki IP minimal 3. Maka, perlu diikuti syarat yang diberikan oleh wakif untuk tujuan wakafnya.

Selanjutnya membahas beberapa hal yang menyebabkan tidak sahnya wakaf. Pertama, wakaf tidak sah apabila diperuntukan untuk maksiat, untuk non-muslim yang memerangi Islam, serta wakaf masjid untuk non muslim. Pemateri melanjutkan bahwa wakaf yang ditujukan kepada anak laki-laki saja dan tidak kepada anak perempuan tidaklah sah, sebab perilaku seperti ini merupakan ketentuan wakaf zaman jahiliyyah dengan adanya diskriminatif terhadap anak perempuan mereka. Seseorang juga tidak sah wakafnya bila dia memiliki banyak utang melebihi aset yang ia miliki. Selajutnya mengenai diri sendiri sebagai nazhir menyebabkan wakaf menjadi tidak sah, sebab tujuan dari wakaf tersebut mungkin kurang dapat terwujud. Begitu pula dengan seseorang mewakafkan sesuatu barang yang diberikan orang lain, tetapi barang yang seseorang ini wakafkan merupakan wakaf dari orang lain untuknya.

Sebagai penutup, Ustadz Nur Fajri Romadhon, Lc menyampaikan bahwa Mazhab Maliki lebih fleksibel dari objek dan peruntukan wakafnya. Namun perlu diperhatikan bahwa segala sesuatu yang disampaikan para ulama memiliki dasar dan kaidah. Kebiasaan bisa menjadi salah satu hal yang mempengaruhi perbedaan pendapat. Meski begitu, dalil quran dan hadits tidak diubah bagaimanapun kondisinya. Perbedaan Imam Malik dengan ulama lainnya yaitu beliau mengamalkan segala sesuatu yang lebih membawa maslahat (istishlaah/mashaalih mursalah) kepada umat tanpa bertentangan dengan dalil quran dan hadits .

Oleh : Salwa Athaya Syamila

Editor: Imam Wahyudi Indrawan

Proofreader: Najim Nur Fauziah

Categories: Berita

Tags: #KebaikanWakaf#KelasKitabKlasikWakaf#WaCIDS