Oleh Tim Konten WaCIDS, Dibuat tanggal 2022-04-11
Political Commitment dari pemerintahan sangat diperlukan untuk mendorong agar amandemen Undang-Undang perwakafan di Indonesia masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Inovasi wakaf akan terus muncul seiring perkembangan zaman dan perlu diakomodir dengan regulasi yang mendukung pengembangan inovasi tersebut. Sinergi pemerintah, pengelola wakaf, dan praktisi bisnis diharapkan dapat membentuk regulasi yang lebih baik. Dalam rangka memaksimalkan berbagai potensi dan tantangan pengembangan wakaf di Indonesia, amandemen regulasi perwakafan Indonesia yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 merupakan langkah yang perlu dilakukan. Berbagai isu wakaf yang muncul sejalan dengan perkembangan zaman menuntut payung hukum yang dapat mengakomodasi berbagai inovasi wakaf untuk kesejahteraan umat.
Pada hari Kamis, 7 April 2022, telah terlaksana agenda WaCIDS Policy Discussion yang pertama dengan tema “Urgensi Amandemen UU Wakaf untuk Pengelolaan Wakaf yang Lebih Baik”. Agenda ini menghadirkan Dr. Ahmad Juwaini selaku Direktur Keuangan Sosial Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Prof. Dr. Mohammad Nuh selaku Ketua Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Diskusi ini dibuka oleh Prof. Raditya Sukmana selaku pembina WaCIDS. Dalam sambutannya, Prof Raditya menekankan urgensi pembentukan regulasi perwakafan yang lebih relevan dalam mengakomodasi berbagai tantangan yang muncul 18 tahun pasca dibentuknya regulasi perwakafan dalam Undang-Undang No 41 Tahun 2004. Selain itu, kolaborasi dengan para ahli bisnis menjadi langkah yang penting dalam membangun mekanisme wakaf produktif di Indonesia agar dapat memenuhi berbagai kebutuhan dasar masyarakat, salah satunya terkait ketahanan pangan.
Beberapa isu regulasi wakaf kemudian disampaikan oleh Dr. Ahmad Juwaini, antara lain: pertama, isu mengenai kelembagaan otoritas wakaf. Dalam hal ini, perlu dibentuk regulasi yang jelas terkait tupoksi dan wewenang antara Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Agama. Kedua, terbatasnya definisi nazhir badan hukum sehingga belum dimungkinkannya perusahaan agar dapat menjadi nazhir wakaf. Ketiga, belum ada pengaturan ataupun penyebutan secara eksplisit tentang mauquf ‘alaih. Keempat, mengenai pengaturan mekanisme wakaf yang masih tertuju pada wakaf tanah dan wakaf uang, sehingga perlu regulasi yang dapat mengakomodasi harta benda wakaf yang lebih luas. Kelima, perlunya perluasan dan fleksibilitas penetapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan ketentuan ikrar wakaf melalui media digital. Beberapa isu yang lain seperti regulasi jangka waktu wakaf, sertifikasi tanah wakaf, sumber pembiayaan tanah wakaf, pelaksanaan wakaf uang, serta penyelesaian sengketa wakaf menjadi isu besar perwakafan yang perlu untuk dimasukkan dalam amandemen regulasi wakaf di Indonesia.
Prof. Dr. Muhammad Nuh selaku Ketua Pelaksana BWI kemudian menyampaikan bahwa selain substansi dalam regulasi perwakafan, komitmen politik dari para Dewan Perwakilan Rakyat perlu untuk ditingkatkan agar isu ini dapat masuk ke dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Politik hukum menjadi aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan regulasi, yakni bagaimana isu-isu mengenai wakaf dapat menjadi prioritas bagi pihak-pihak legislatif. Dalam menghadapi tantangan di era global saat ini, maka sinergi berbagai pihak diharapkan dapat lebih memberikan dampak positif untuk memajukan perwakafan di Indonesia. Harapannya agenda ini dapat memberikan pemahaman terkait langkah-langkah kontribusi dalam mewujudkan amandemen regulasi perwakafan di Indonesia untuk masa depan perwakafan yang lebih baik.
Oleh: Fauziah Khanza Andrian dan Lu’liyatul Mutmainah
Kutip artikel ini:
Andrian, F.K. dan Mutmainah, L. (11 April 2022). Urgensi Political Commitment dalam Amandemen Undang-Undang Wakaf di Indonesia: https://wacids.or.id/2022/04/11/urgensi-political-commitment-dalam-amandemen-undang-undang-wakaf-di-indonesia/
Categories: Berita
Tags: #KebaikanWakafundang-undang wakafUU wakafWaCIDSwakafwakaf indonesia